Kamis, 21 Mei 2015

Konvensi - Konvensi dalam Hukum Industri

Pengertian Konvensi
Konvensi adalah gugatan awal yang dilakukan oleh penggugat kepada tergugat. Gugatan awal tersebut sama halnya dengan gugatan asli yang diucapkan oleh penggugat asal. Istilah konvensi sangat jarang diucapkan karena masyarakat sering mengucapkan gugatan dibandingkan kata konvensi. Masyarakat lebih mudah mengucapkan kata gugatan dan kata ini sangat mudah dimengerti dibandingkan istilah sebenarnya yaitu konvensi.

Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara  internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi  yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention

A. Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra
Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, biasa disebut Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886.
Sebelum penerapan Konvensi Bern, undang-undang hak cipta biasanya berlaku hanya bagi karya yang diciptakan di dalam negara bersangkutan. Akibatnya, misalnya ciptaan yang diterbitkan di London oleh seorang warga negara Inggris dilindungi hak ciptanya di Britania Raya, namun dapat disalin dan dijual oleh siapapun di Swiss; demikian pula sebaliknya.
Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri.
Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI), di Bern. Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern keJenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979.
Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini tersedia, disusun menurut nama negara ataudisusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara masing-masing.
Isi Perjanjian
Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan.
Namun, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, kaerna hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada? Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.
Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.
Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropadengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.
Negara-negara yang terkena revisi perjanjian yang lebih tua dapat memilih untuk memilih untuk memberikan, dan untuk jenis-jenis karya tertentu (seperti misalnya piringan rekama suara dan gambar hidup) dapat diberikan batas waktu yang lebih singkat.
Meskipun Konvensi Bern menyatakan bahwa undang-undang hak cipta dari negara yang melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa "kecuali undang-undang dari negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan di negara asal dari karya itu", artinya si pengarang biasanya tidak berhak mendapatkan perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya, meskipun misalnya undang-undang di luar negeri memberikan perlindungan yang lebih lama.


B. Konvensi Universal Copyright Convention  (UCC) 

   Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.


CKonvensi Den Haag 1899
Konferensi perdamaian 1899 diselenggarakan atas usulan yang disampaikan pada tanggal 29 Agustus 1898 oleh Nicolai II dari Rusia. Nicolai dan menteri luar negerinya, yaitu seorang bangsawan bernama Mikhail Nikolayevich Muravyov, memainkan peran penting dalam mengawali proses penyelenggaraan konferensi tersebut. Konferensi ini diselenggarakan mulai tanggal 18 Mei 1899 dan menghasilkan Konvensi Den Haag 1899, yang ditandatangani pada tanggal 29 Juli tahun yang sama dan mulai berlaku pada tanggal 4 September 1900. Konvensi Den Haag 1899 terdiri dari empat bagian utama dan tiga deklarasi tambahan (karena alasan tertentu, bagian utama yang terakhir identik dengan deklarasi tambahan yang pertama dan kedua haruslah diperhatikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat pertama :
1.   I – Penyelesaian Damai atas Sengketa Internasional (Pacific Settlement of International Disputes)
2.   II – Hukum dan Kebiasaan Perang Darat (Laws and Customs of War on Land)
3.   III – Penyesuaian Prinsip-prinsip Konvensi Jenewa 1864 terhadap Peperangan Laut (Adaptation to Maritime Warfare of Principles of Geneva Convention of 1864)
4.   IV – Larangan Peluncuran Proyektil dan Bahan Peledak dari Balon (Prohibiting Launching of Projectiles and Explosives from Balloons)
5.   Deklarasi I – Mengenai Peluncuran Proyektil dan Bahan Peledak dari Balon (On the Launching of Projectiles and Explosives from Balloons)
6.   Deklarasi II – Mengenai Penggunaan Proyektil yang Tujuannya Ialah Menyebarkan Gas Pencekik atau Gas Perusak (On the Use of Projectiles the Object of Which is the Diffusion of Asphyxiating or Deleterious Gases)
7.   Deklarasi III – Mengenai Penggunaan Peluru yang Mengembang atau Merata dengan Mudah dalam Tubuh Manusia (On the Use of Bullets Which Expand or Flatten Easily in the Human Body)
Efek utama dari Konvensi tersebut ialah dilarangnya penggunaan teknologi moderen jenis-jenis tertentu dalam perang: pemboman dari udara, perang kimia (chemical warfare), dan peluru dengan ujung berongga (hollow point bullets). Konvensi Den Haag 1899 juga menetapkan dibentuknya Pengadilan Arbitrase Permanen (''Permanent Court of Arbitration'').
D. Konvensi Den Haag 1907
Konferensi perdamaian yang kedua diadakan pada tahun 1907. Konferensi ini secara umum gagal dan hanya menghasilkan beberapa keputusan. Namun, bertemunya negara-negara besar dalam konferensi ini menjadi model bagi upaya-upaya kerja sama internasional yang dilakukan di kemudian hari di abad ke-20.
Konferensi yang kedua ini sebenarnya telah diserukan akan diadakan pada tahun 1904, atas saran Presiden Theodore Roosevelt, tetapi ditunda karena terjadinya perang antara Rusia dan Jepang. Konferensi Perdamaian Kedua tersebut kemudian diadakan dari tanggal 15 Juni sampai dengan 18 Oktober 1907 untuk memperluas isi Konvensi Den Haag yang semula, dengan mengubah beberapa bagian dan menambahkan sejumlah bagian lain, dengan fokus yang lebih besar pada perang laut. Pihak Inggris mencoba mengegolkan ketentuan mengenai pembatasan persenjataan, tetapi usaha ini digagalkan oleh sejumlah negara lain, dengan dipimpin oleh Jerman, karena Jerman khawatir bahwa itu merupakan usaha Inggris untuk menghentikan pertumbuhan armada Jerman. Jerman juga menolak usulan tentang arbitrase wajib. Namun, konferensi tersebut berhasil memperbesar mekanisme untuk arbitrase sukarela dan menetapkan sejumlah konvensi yang mengatur penagihan utang, aturan perang, dan hak serta kewajiban negara netral
Perjanjian Final ditandatangani pada tanggal 18 Oktober 1907 dan mulai berlaku pada tanggal 26 Januari 1910. Perjanjian ini terdiri dari tiga belas seksi, yang dua belas di antaranya diratifikasi dan berlaku:
1.   I — Penyelesaian Damai atas Sengketa Internasional
2.   II — Pembatasan Penggunaan Kekuatan untuk Penagihan Utang Kontrak
3.   III — Pembukaan Permusuhan
4.   IV — Hukum dan Kebiasaan Perang Darat
5.   V — Hak dan Kewajiban Negara dan Orang Netral Bilamana Terjadi Perang Darat
6.   VI — Status Kapal Dagang Musuh Ketika Pecah Permusuhan
7.   VII — Konversi Kapal Dagang Menjadi Kapal Perang
8.   VIII — Penempatan Ranjau Kontak Bawah Laut Otomatis
9.   IX — Pemboman oleh Pasukan Angkatan Laut di Masa Perang
10. X — Penyesuaian Prinsip-prinsip Konvensi Jenewa terhadap Perang Laut
11. XI — Pembatasan Tertentu Menyangkut Pelaksanaan Hak Menangkap dalam Perang Laut
12. XII — Pendirian Pengadilan Hadiah Internasional (Tidak diratifikasi]
13. XIII – Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang Laut
Selain itu ditandatangani pula dua deklarasi:
1.   Deklarasi I — yang isinya memperluas isi Deklarasi II dari Konferensi 1899 untuk mencakup jenis-jenis lain dari pesawat terbang
2.   Deklarasi II —- mengenai arbitrase wajib
Delegasi Brazil dipimpin oleh negarawan Ruy Barbosa, yang kontribusinya sangat penting bagi dipertahankannya prinsip kesetaraan hukum negara-negara. Delegasi Inggris beranggotakan antara lain 11th Lord Reay (Donald James Mackay), Sir Ernest Satow, dan Eyre Crowe. Delegasi Rusia dipimpin oleh Fyodor Martens.
==Protokol Jenewa untuk Konvensi Den Haag Meskipun tidak dirundingkan di Den Haag, Prokol Jenewa untuk Konvensi Den Haag dianggap sebagai tambahan untuk Konvensi tersebut. Protokol yang ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1925 dan mulai berlaku pada tanggal 8 Februari 1928 ini secara permanen melarang penggunaan segala bentuk cara perang kimia dan cara perang biologi. Protokol yang hanya mempunyai satu seksi ini berjudul “Protokol Pelarangan atas Penggunaan Gas Pencekik, Gas Beracun, atau Gas-gas Lain dalam Perang dan atas Penggunaan Cara-Cara Berperang dengan Bakteri” (Protocol for the Prohibition of the Use in War of Asphyxiating, Poisonous or Other Gases, and of Bacteriological Methods of Warfare). Protokol ini disusun karena semakin meningkatnya kegusaran publik terhadap perang kimia menyusul dipergunakannya gas mustard dan agen-agen serupa dalam Perang Dunia I dan karena adanya kekhawatiran bahwa senjata kimia dan senjata biologi bisa menimbulkan konsekuensi-konsekuensi mengerikan dalam perang di kemudian hari. Hingga hari ini, protokol tersebut telah diperluas dengan Konvensi Senjata Biologi (''Biological Weapons Convention'') (1972) dan Konvensi Senjata Kimia (''Chemical Weapons Convention'') (1993).


 http://id.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Den_Haag_1899_dan_1907

TUGAS 3 ETIKA PROFESI (Lanjutan)

Istilah-Istilah yang ada dalam Teknik Industri ! Bureau international des poids et mesures  ( BIPM ;  bahasa Inggris :  Internationa...