Korea Selatan
merupakan salah satu negara republik dengan ekonomi tersukses di Asia. Korea
Selatan terletak di bagian selatan Semenanjung Korea yang berbatasan langsung
dengan Korea Utara, Laut Jepang, dan Laut Kuning. Bagian timur Korea Selatan
merupakan pegunungan, sementara bagian barat dan selatan ada banyak pelabuhan
di daratan dan lepas pantai. Korea Selatan memiliki penduduk yang homogeny,
kecuali ribuan orang China yang tinggal disana dengan jumlah penduduk
49.039.986 jiwa. Berdasarkan survey tahun 2010, penduduk Korea Selatan menganut
agama Kristen 31,6%, Buddha 24,2%, dan lainnya 44,2% (Central Intelligence
Agency, t.t.). Korea tradisional mendapatkan pengaruh budaya dari China,
termasuk karakter tulisan bahasa Korea dan mengadopsi neo-konfusianisme sebagai
filosofi dalam pemerintahan (Asia Society, t.t.).
Selama lebih
dari empat dekade terakhir, Korea Selatan muncul sebagai negara dengan
pertumbuhan ekonomi yang signifikan dengan ekonomi industri dengan teknologi
yang tinggi. Selain faktor kebijakan dan strategi pemerintah,
transformasi yang terjadi di Korea Selatan juga dipengaruhi oleh
karakteristik, seperti implementasi model ekonomi berbasis perdagangan bebas,
perkembangan struktur ekonomi berbasis jaringan bisnis (chaebols), dan cepatnya
penciptaan kapasitas teknologi. Selain itu, adanya pengaruh budaya baik di
pemerintah maupun masyarakat yang memiliki peran penting dalam kemajuan Korea
Selatan, yakni Konfusianisme.
Selama
berabad-abad, Konfusianisme telah menjadi pedoman rakyat Korea Selatan yang
penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Konsep Konfusianisme adalah
harmoni sosial dan ajaran-ajaran moral diserap dalam kehidupan rakyat Korea
Selatan dan memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak budaya Korea
seperti yang terlihat saat ini. Konfusianisme telah mengakar dalam tingkah
laku, kebiasaan, hingga pola pikir rakyat Korea Selatan. Ide-ide fundamental
tentang moralitas dan hubungan manusia seringkali diasosiasikan dengan konsep
konfusianisme. Di Korea, orang-orang tua sangat dihargai, bahkan perbedaan usia
diakui. Meskipun memiliki catatan buruk tentang korupsi dan mismanajemen yang
sangat parah dalam pemerintah Korea Selatan selama beberapa dekade, namun Korea
Selatan mampu memperbaiki dan bangkit kembali (Asia-Pasific Connection, 2008).
Konfusianisme menjadi faktor
penting dalam kemajuan perekonomian di Korea Selatan. Di Korea Selatan tejadi
asimilasi ajaran Protestanisme dan nilai kapitalisme dengan budaya
Konfusianisme yang tegas dan berorientasi pada tujuan, dimana dalam proses
asimilasi Konfusianisme sebagai faktor positif yang mengajarkan hierarki,
masyarakat harmonis dan berorientasi komunitas. Masuknya Protestanisme di Korea
Selatan pada 1884 telah memodifikasi nilai-nilai Konfusianisme tradisional
dengan pendidikan modern, dan visi masyarakat Barat dan nilai-nilai Protestan.
Tu Wei-ming (1984, dalam Ramirez 2010) mengatakan bahwa modifikasi ini
dilakukan untuk membentuk neo-konfusianisme yang berotientasi pada tujuan,
gagasan hierarki yang menempatkan para intelektual dan pegawai publik pada
puncak hierarki, kemudian di bawahnya ada petani, artisan, dan terakhir
pedagang.
Dari
penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa kemajuan Korea Selatan tidak terlepas
dari nilai-nilai Konfusianisme(sosial) yang dianutnya. Korea Selatan juga
menjadi negara yang paling konfusian daripada negara-negara Asia timur lainnya
karena adanya asimilasi ajaran Protestan dan nilai-nilai kapitalisme yang
membawa kemajuan Korea Selatan. Selain kemajuan ekonomi, Korea Selatan juga
sukses dalam memajukan demokrasi di negaranya. Pada tahun 1987 terjadi “Seoul
Spring”, yakni transisi demokrasi dari pemerintahan yang otoriter dan
didominasi militer menjadi pemerintahan yang lebih terbuka dan demokratis. Hal
ini membuktikan bahwa perbaikan dan progres yang signifikan Korea Selatan di
bidang ekonomi, sosial, dan politik membawa pada kemajuan Korea Selatan seperti
yang telihat dewasa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar